Maaf kalau Anda mencari contoh kajian kritis di sini. Tulisan ini bukanlah sebuah kajian kritis, melainkan ungkapan pikiran mengenai kegiatan saya dalam menyampaikan materi kajian kritis di hadapan sekitar 70 guru SD yang tergabung dalam KKG BERMUTU di sebuah kecamatan di kotawaringin Barat.
Hari itu Sabtu, aku berdiri di hadapan mereka untuk menyampaikan materi. Karena seperti juga peserta MGMP BERMUTU yang kebanyakan bingun menyusun kajian kritis, maka saya tidak banyak berteori. Saya katakan bahwa kajian kritis itu nantinya akan berada di BAB II PTK yang akan dihasilkan. Atau dapat dikatakan berada di BAB II proposal PTK.
Isi kajian kritis tentu saja kajian terhadap buku-buku yang akan dijadikan acuan pustaka dalam kegiatan PTK. Sementara itu \, pada umumnya, guru-guru memahami kajian kritis sebagai sebuah kajian secara kritis terhadap sebuah buku atau karya tulis hasil penelitian atau pendapat orang-orang bergelar guru besar. Bagaimana mau mengkritisi pendapat mereka? (rendah diri, nih yeee?).
Begitulah adanya. Jadi menurut mereka, mengkiritisi berarti mencari kelemahan buku-buku karya orang-orang hebat. Daria penjelasan saya, tampaknya sebgaian peserta mulai memahami bahwa pandangan mereka salah.
Selanjutnya saya sisipkan juga bahwa kajian kritis juga nantinya akan sampai pada analisis hasil pengumpulan data lesson study.
Mereka harus memilih dan memilah data-data yang diperlukan dan data yang tidak diperlukan. Saya tambahkan pula bahwa case study merupakan akan menjadi latar belakan penelitian dan memicu timbulnya permasalahan.
Namun, seperti biasa – seperti juga yang biasanya terjadi – guru-guru lebih suka cari enaknya, cari di internet dan modifikasi. Nah, ini seperti tulisan sebelumnya, bahwa ternyata sertifikasi guru baru sampai menentukan guru yang berkesempatan mendapatkan tunjangan profesi, bukan menjadikan mereka guru yang profesional.
Ayo kita diskusikan.
