Kajian Kritis: Menuliskan Dongeng

Oleh mgmplaskarpelangi
Menuliskan Dongeng
Dongeng merupakan salah satu jenis sastra lama yang dibangun atas tema, latar, penokohan, sudut pandang, alur, dan amanat. Walaupun dongeng tidak diketahui siapa pengarangnya dan bersumber lisan generasi ke generasi, namun perlunya dongeng ditulis kembali agar bisa dibaca dan diketahui oleh khalayak umum.
Karena nilai-nilai yang dapat diambil untuk diterapkan dalam kehidupan masih ada dan masih relevan.

Menulis, arti pertamanya semula membuat huruf, angka, nama, dan suatu tanda kebahasaan dengan suatu alat tulis pada suatu halaman tertentu.
Dalam pengertian yang luas, menulis merupakan kata sepadan yang mempunyai arti sama denganmengarang. Jadi “mengarang” adalah rangkaian seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikan melalui bahasa tulis kepada masyarakat pembaca untuk dipahami.
Menurut Jago Tarigan (1995: 117), menulis berarti mengekspresikan secara tertulis gagasan, ide, pendapat, atau pikiran dan perasaan. Sarana mewujudkan hal itu adalah bahasa. Isi ekspresi melalui bahasa itu akan dimengerti oranglain atau pembaca bila dituangkan dalam bahasa yang teratur, sistematis, sederhana, danmudah dimengerti.
Byne (1988: 1), mengemukakan, menulis bukan sesuatu yang diperoleh secara spontan, tetapi memerlukan usaha sadar “menuliskan” kalimat dan mempertimbangkan cara-cara mengkomunikasikan dan mengatur.
Berdasarkan jenis produk menulis, ada empat kategori, yaitu narasi, eksposisi, deskripsi, dan argumentasi.
Dari kategori tersebut, dongneng merupakan jenis narasi. Menulis karangan narasi yang menyajikan serangkaianperistiwa atau kejadian menurut urutan terjadinya denganmaksud memberi arti kepada pembaca dapat memetik himah dari cerita itu. Narasi menyajikan rangkaian peristiwa yanglain. Alur cerita mengalir dengan jelas, pelaku danperistiwa boleh nyata ada, bolehpula ciptaan pengarang, hasil imajinasi atau daya khayalnya (Suparno, 2008: 3).
Keterampilan menulis bisa mempertinggi pemahaman siswa terhadap karya sastra dalam pembelajaran apresiasi sastra bila dalam pembelajaran siswa diisyaratkan melakukan aktivitas menulis.
Pembelajaran apresiasi sastra dapat memberdaya bahan dan mepertinggi kemampuan menulis pada siswa bisa dalam pem,belajaran apresiasi sastra dituntut aktivitas menulis (Anwar Efendi dkk., 2001: 38).
Berdasarkan disiplin mental (Plato Aristoteles) bahwa dalam belajar pelaku belajar didisiplinkan atau dilatih. Perkembangan anak terjadi akibat proses pelatihan yang dilakukan terus-menerus (Depdiknas. 2005:58). Memahami hal inibahwa pembelajaran menulis tidak dapat diperoleh secara spontan, tetapi perlu adanya suatu latihan.
Menurut teori konstruktivisme, pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit-sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan sempit dan tidak sekonyong-konyong (Depdiknas, 2008:11). Berdasarkan teori tersebut bahwa proses perolehan pengetahuan bertahap dari menuliskan kegiatan yang sederhana hingga mencapai suatu kompetensi akhir.
Berdasarkan teori belajar humanistik, proses belajar tidakhanya terjadi karena seseorang mendapatkan stimulus dari lingkungannya tetapi terjadi pula karena berlajar berkomunikasi dengan individu lainnya (Depdiknas, 2005: 61). Hal ini kita pahami bahwa proses belajar diperoleh dengan adanya berkomunikasi dengan individu lainselaku pembelajar.
Dongeng yang terdiri dari unsur tema, latar, penokohan, amanat, alur, sudut pandang, dipandang sebagai sarana yanglebih mudah memberikan rangsangan apresiasi sastra dalambentuk bacaan. Untuk dapat menulis kembali dongeng harus didahului dengan kegiatan membaca. Hal ini juga ditunjang proses pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran akab berhasil apabila seorang guru menguasai kemampuanmengajar.

PENGELOLA BLOG INI

Benny Arifin Tiro
A.Akhmad Faizal S.Pd.
Admin

Anni Hidayati Sanggala,S.Pd.
Co. Admin 1

Kasmirah, S.Pd.
Co. Admin 2
E-Mail : sditellobaru@gmail.com